Kewirausahaan
Kewirausahaan adalah proses identifikasi dan eksploitasi peluang bisnis antara individu
dan peluang. Kewirausahaan merupakan kegiatan inovasi dan kreativitas yang
diimplementasikan dalam sebuah jasa atau produk (Baum dkk, 2007:1-18). Selain inovasi dan kreativitas, kewirausahaan merupakan bagaimana menciptakan peluang dengan cara mengelola risiko,baik usaha yang sedang berjalan maupun usaha yang baru dimulai (Suryana dan Bayu,2011:54). Kewirausahaan penting untuk menciptakan lapangan kerja, kemajuan ekonomi dan masyarakat, bangsa dan negara serta upaya inovasi. Khairani dalam bukunya Psikologi Industri dan Wiraswasta Menyebutkan bahwa, wirausaha berkaitan dengan mental, pola pikir, mandiri, bertanggungjawab, mengelola risiko dan pengembangan diri sendiri (Khairani, 2014:3).
Selain kreativitas, minat berwirausaha dapat dibentuk dengan sikap mandiri, sikap
motivasi yang datang dari internal maupun eksternal (Lester dan Alice. 1999:303).
Kewirausahaan juga dapat dilihat dari bakat atau ketertarikan seseorang terhadap usaha yang dilihat dari keluarga.Dalam hal ini keluarga yang menjalankan aktivitas sebagai wirausahawan sehingga lebih mudah beradaptasi dalam mengembangkan jiwa kewirausahaannya (Kasmir, 2007:38). Pengalaman diri sendiri maupun pengalaman orang yang sukses, dapat menjadi motivasi dalam memulai usaha (Kasmir, 2007:39). Dengan berwirausaha seseorang dapat meningkatkan harga diri, lebih terkenal, dan dapat menghindari dari ketergantungan terhadap orang lain. Kondisi lingkungan dan tempat tinggal atau sering disebut komunitas sangat penting dalam menunjang minat berwirausaha sehingga orang termotivasi menjadi entrepreneur.
Motivasi internal maupun eksternal, sikap mandiri, keberanian mengambil risiko dapat
membentuk jiwa entrepreneurship. Pendidikan kewirausahaan diharapkan dapat membentuk life skill, dengan kurikulum yang terintegrasi yang dapat dipahami oleh wirausaha dan calon wirausaha (Hasbullah dan Jamaluddin, 2013:1-13).
Islam memandang wirausaha sebagai sesuatu kewajiban, karena peran sebagai khalifah
dimuka bumi yang antara lain adalah untuk memakmurkan bumi.Pengusaha yang religius akan mampu meningkatkan aktivitas wirausaha (Fauzan, 2014:147-157). Pengusaha yang religius akan menerapkannya dari segi perilaku ekonomi dan kewirausahaan. Sikap seorang wirausaha adalah kemampuan wirausaha dalam mengelola persaingan dan menciptakan positioning di pasar (Robinson dkk, 1991:13-31).Kewirausahaan adalah kemampuan dalam mengidentifikasi peluang, menciptakan peluang dan menjalankan apa yang sudah menjadi komitmen (HilldanWright, 2000:23-46). Kewirausahaan juga dapat diartikan sebagai bagaimana proses pengelolaan input, baik berupa sumber daya manusia, modal, keahlian dan sebagainya menjadi output yang berupa produk maupun jasa (Morris, Lewis, & SeXton, 1994:21-31). Perilaku seorang wirausaha adalah bagaimana kemampuan memotivasi diri dalam mendeteksi peluang, menciptakan peluang dan implementasi peluang jadi bisnis (Botsaris dan Vamvaka, 2012:155-172) evaluasi dan memaksimalkan kesempatan yang diberikan kepadanya (Shane dan Venkataraman, 2000:26-217).
Islam dan Kewirausahaan
Selain waktu, seorang enterpreuner harus mampu menyinergikan antara alam, manusia dan Allah SWT. Oleh karena itu, pengusaha muslim wajib mandiri, karena perannya sebagai khalifah dimuka bumi adalah untuk memakmurkan alam. Untuk memakmurkan alam, selain manusia harus sehat secara fisik, juga harus sehat secara mental. Muslim yang kuat adalah muslim yang mandiri secara ekonomi. Menggunakan otot dan otaknya untuk memakmurkan alam dan berbuat baik dengan alam. Semuanya harus dilandasi dengan akal yang positif dan hati nurani yang ikhlas (Patisina, 2017).
Akal positif menggunakan cara-cara yang benar dalam mengelola sumber daya alamnya.
Sedangkan hati nurani digunakan untuk menjaga bahwa pengelolaannya tidak bertentangan dengan aturan yang berlaku, baik aturan manusia maupun aturan Allah SWT. Kemandirian menjauhkan dari kekufuran. Usaha itu berhasil karena adanya kerja keras (otot), kerja cerdas (akal) dan kerja ikhlas (hati nurani). Jadikan otot sebagai pekerjanya, akal jadi manajernya dan hati nurani sebagai direkturnya.
Pencapaian kemandirian bagi wirausaha dilanjutkan dengan membangun sirkulasi
ekonomi. Harta diibaratkan air yang mengalir.Jika diam, maka air akan keruh.Agar harta menjadi bersih dan jernih maka harta harus disalurkan ke orang-orang yang membutuhkan. Ini sekaligus membangun hubungan sesama manusia, dengan cara melakukan amal saleh. Orang yang melakukan amal saleh sama dengan mengumpulkan energi positif yang ada pada dirinya. Pengusaha yang baik, dalam beramal pasti dilandasi dengan kecintaan, karena rasa cinta terhadap sesama membuat manusia melakukan amal saleh. Kecintaan ini menurut Hawkins memiliki energi positif. Apalagi rasa cinta ini mengharapkan rida dari Allah SWT, maka energi yang dimiliki sangat tinggi.
Untuk perannya sebagai hamba Allah, maka seorang entrepreneur muslim memiliki
kelekatan kepada Allah SWT. Hal ini sesuai dengan fitrahnya sebagai manusia. Bahwa manusia selalu mengharapkan kelekatan kepada Allah SWT, semuanya harus berlandaskan kepada positive thinking dan ikhlas. Akal yang sehat selalu berpikir positif, hati nurani yang sehat selalu ikhlas. Akal dan hati nurani merupakan fitrah yang dibawa manusia sejak lahir yang butuh bimbingan Allah SWT.
Entrepreneurship yang dilandasi positive thinking, otaknya akan sehat dan jernih. Mereka
akan menggunakan hati nuraninya sehingga hati nuraninya menjadi bersih. Sebagai contoh, jika mengedepankan positive thinking terhadap Allah, maka manusia akan memaksimalkan fungsi otak dan hati nuraninya dalam menjalankan kehidupan. Mengerjakan sesuatu yang menjadi keputusan Allah SWT dan meninggalkan sesuatu yang menjadi larangan Allah.Positive thinking dengan manusia, banyak menolong dan berbuat baik sesama manusia (amal saleh).Positive thinking dengan alam, dengan banyak-banyak menanam pohon, memelihara alam, dan mengelola alam dengan sebaik mungkin.
Seorang entrepreneur muslim yang baik, selalu ikhlas dalam berpikir, bersikap dan
bertindak. Entrepreneur harus ikhlas kepada Allah dengan cara beribadah kepadanya, baik ibadah umum (mencari nafkah) maupun ibadah ritual (salat, zakat, sedekah, dan lain-lain) ataupun segala bentuk perintah dan larangan Allah SWT.Manusia harus menjalankan dengan penuh keikhlasan. Ciri-ciri ikhlas itu atas kemauan sendiri, sabar, rendah hati, dan syukur. Ikhlas saat melakukan ibadah, maka hidup akan tenang, kecerdasan spiritual meningkat, lebih bahagia,lebih sejahtera, lebih sabar, dan tidak mudah stres. Ikhlas terhadap manusia dalam hal bermuamalah sangat penting, karena manusia banyak berinteraksi dengan orang yang memiliki perbedaan karakter yang berpotensi bersinggungan dan menimbulkan konflik.
Pengusaha muslim yang ikhlas, akan lebih mudah menerima dan menghargai perbedaan. Manfaat keihklasan adalah tidak mudah stres, banyak teman, empati terhadap orang lain karena bisa memahami perbedaan, meningkatkan kecerdasan sosial, kecerdasan emosional, dan meningkatkan rasa aman. Ikhlas kepada alam dengan diwujudkan dengan cara menjaga dan merawat serta mengelola alam sesuai aturannya. Dengan demikian, hidup lebih sehat karena alam terawat, terhindar dari bencana alam, semakin dekat dengan alam, karena semakin terjaga, hidup lebih nyaman, lebih bahagia, hidup lebih sejahtera, tidak mudah stres, dan lebih kreatif.
Akal yang sehat dan hati nurani yang bersih bersumber dari Alquran dan hadis.
Penelitian Hans Spemann (2003: 13-38) menunjukan bahwa, manusia melekat pada Allah
SWT. Hans Spemann adalah ilmuwan Jerman yang berhasil mendapatkan penghargaan Nobel bidang kedokteran pada tahun 1935.Ia berkesimpulan bahwa, asal mula manusia dari tulang ekornya. :“Setiap anak cucu Adam dimakan tanah kecuali tulang ekor. Dari situlah ia diciptakan dan dari disitulah ia disusun (kembali). Ini juga yang dilakukan para ahli metafisika guna meditasi menggunakan tulang ekor sebagai tempat munculnya cakra suci (Bakrie, 2017:28).
Selain tulang ekor, dalam tubuh manusia terdapat jantung yang memiliki fungsi yang sama dalam mengendalikan tubuh dan pikiran. Konsep Neurocardiology, yang telah diteliti oleh berapa ilmuwan di antaranya Dr. Paul Pearsall dalam bukunya The Heart’s Code (Harmony, 1999) menyatakan bahwa, jantung mampu mengingat, merasa dan menyebarkan komunikasi ke otak dan ke seluruh tubuh manusia. Lebih lanjut beliau menyatakan, saat Anda merasa sedih atau gembira tanpa sadar Anda akan meletakan tangan Anda di dada. Aubert dan Verheyden melihat ada hubungan antara otak dan hati (2008; 15-17). Selain itu, gelombang ketika bahagia akan lebih stabil di jantung. Begitu juga sebaliknya, jika depresi maka terjadi ketidakteraturan gelombang jantung.
Dr. Gary dalam penelitiannya tentang transplantasi jantung mengatakan bahwa, kasih
sayang ibu terhadap anaknya tidak bisa terlupakan. “Kami melakukan operasi pencangkokan jantung pada seorang anak yang berasal dari anak lain yang telah meninggal. Ibu anak yangtelah meninggal berkata:“Setiap kali saya memeluk anak ini, saya merasa kalau anak saya berkata: saya masih hidup padahal ini bukan anak saya.”(Pearshall dkk, 2005:1-11). Saat dilakukan pengecekan hati dengan HRV (Heart Rate Variabelity) melalui deteksi warna, ternyata warna merah menunjukan bahwa manusia sedang mengalami emosi negatif semisal frustasi, stres, cemas, dan lain-lain. Warna biru mencerminkan tengah-tengah, yang artinya ia tidak terlalu larut dalam kesedihan dan juga tidak terlalu larut dalam kesenangan. Warna hijau menunjukan bahwa perasaan manusia sangat positif dengan arti kata bahwa ia merasakan kedamaian, kebahagiaan, riang dan kerelaan (Aubert dan Verheyden, 2008: 15-17).
Sebelum neurocardiology berkembang seperti di abad sekarang, Alquran sudah menyatakan jauh-jauh hari menyatakan bahwa hati merupakan pusat berpikir manusia dan sekaligus tempat letaknya keimanan manusia, sebagaimana firman AllahQS. Al-Arâf [7]:179 yang artinya:
“Dan sesungguhnya Kami jadikan untuk isi neraka jahanam kebanyakan dari jin
dan manusia, mereka mempunyai qalbu,tetapi tidak dipergunakannya untuk memahami(ayat-ayat Allah) dan mereka mempunyai mata (tetapi) tidak
dipergunakannya untuk melihat(tanda-tanda kekuasaan Allah), dan mereka-mereka
mempunyai telinga (tetapi) tidak dipergunakannya untuk mendengar (ayat-ayat Allah). Mereka itu sebagai binatang ternak, bahkan mereka lebih sesat lagi. Mereka
itulah orang-orang yang lalai. (Al Haram, 2016: 174).
Menjadi entrepreneur muslim harus mampu memadukan antara otak dan hati nurani. Cara berpikirnya tidak melupakan Allah SWT yang menciptakan manusia. Otot dipergunakan sebagai pekerja, otak sebagai manajer, hati sebagai direktur, dan Allah SWT sebagai komisarisnya. Maka setiap usaha yang dijalankan akan merasa diawasi oleh Allah SWT. Karena hati juga berpikir layaknya otak manusia berpikir. Sesuai dengan firman Allah SWT QS. Al-Hajj[22]:46 yang
artinya:
“Maka tidak pernahkah mereka berjalan dimuka bumi, sehingga hati (akal) mereka
memahami, telinga mereka dapat mendengar? Sebenarnya bukan mata itu yang
buta, tetapi yang buta iyalah hati yang di dalam dada.”(Al Haram, 2016: 337).